Tuesday, December 20, 2011

Komoditas perikanan

1. Jelaskan pandangan anda tentang UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan !

Undang-undang menjelaskan tentang yurisdiksi wilayah perairan Indonesia mulai dari ZEE hingga laut lepas yang sumberdayanya dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Selain itu undang-undang tersebut untuk melindungi nelayan-nelayan Indonesia dan mensejahterakan nelayan kecil di Indonesia.

UU No. 31 tahun 2004 dianggap belum mencerminkan keberpihakan negara terhadap nelayan kecil (tradisional) karena orientasinya masih melihat pasar, atau sebatas peningkatan devisa negara. Jika dilihat dari pasal per-pasal, mulai diijinkannya kapal asing dan zonasi penangkapan. Hendaknya Jaring Pendapat Mengenai Draft RUU Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan memberikan kebebasan nelayan kecil sebagaimana tertuang pada Pasal 61 ayat (1). Meski pasal ini berniat membela nelayan kecil dengan memberikan akses seluas-luasnya, namun pada kenyataannya pasal ini menjadi salah satu biang keladi terjadinya konflik antarnelayan karena persaingan yang tidak seimbang. Memang sudah ada aturan jalur-jalur tangkapan, namun aturan tersebut berlaku bagi nelayan besar yang tidak diperbolehkan masuk wilayah nelayan kecil.

2. Jelaskan komoditas unggulan yang secara empiris menurut anda dapat dikembangkan !

Komoditas unggulan yang saat ini harus dikembangkan adalah ikan sidat. Ikan sidat memiliki kandungan protein yang tinggi dan sangat baik apabila ikan sidat dijadikan produk olahan dan mampu menarik minat masyarakat untuk mengkonsumsinya. Ikan sidat dikenal dapat menambah kecerdasan pada anak-anak. Mengandung lemak yang baik untuk pertumbuhan dan kesehatan anak-anak serta tidak mengandung kolesterol. Ikan ini sebaiknya dijadikan produk diversifikasi pangan misalnya dijadikan bakso, nugget, ataupun sosis.

Ikan Sidat (Anguila marmorata) memiliki nilai ekonomis yang tinggi, namun harganya juga cenderung mahal. Ikan ini memiliki kandungan vitamin B1, vitamin B2, dan vitamin A masing-masing adalah 25 kali lipat, 5 kali lipat dan 45 kali lipat susu sapi, kandungan zinc (emas otak) merupakan 9 kali lipat susu sapi. Ikan sidat mengandung berbagai asam lemak tak jenuh yang tinggi yang tak ada pada hewan lainnya, sehingga dapat merupakan makanan utama yang memenuhi nafsu makan manusia, tanpa perlu khawatir badan akan menjadi gemuk. Rasa ikan sidat harum dan enak, disebut sebagai “ginseng air”, fungsinya dalam memperpanjang umur dan melawan kelemahan dan penuaan tak ternilai.

Selain itu produk yang bisa diunggulkan adalah rumput laut. Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis ganggang merah (Rhodophyceae) karena mengandung agar - agar, keraginan, porpiran, furcelaran maupun pigmenfiko b ilin (terdiri darifi ko ere trin danfi ko sian in) yang merupakan cadangan makanan yang mengandung banyak karbohidrat. Tetapi ada juga yang memanfaatkan jenis ganggang coklat (Phaeophyceae). Ganggang coklat ini banyak mengandung pigmen klorofil a dan c, beta karoten, violasantin dan fukosantin, pirenoid, dan lembaran fotosintesa (filakoid). Selain itu ganggang coklat juga mengandung cadangan makanan berupa laminarin, selulose, dan algin. Selain bahan - bahan tadi, ganggang merah dan coklat banyak mengandung yodium.

3. Jelaskan mengapa ikan bersifat high perishable !

Kelemahan ikan adalah bersifat high perishable (cepat membusuk). Ikan relatif lebih cepat mengalami pembusukan daripada daging unggas atau mamalia karena pada saat ikan ditangkap, ikan selalu berontak dan menggelepar-gelepar sehingga banyak kehilangan glikogen dan glukosa. Glikogen dan glukosa pada hewan yang mati dapat mengalami glikolisis menjadi asam piruvat yang selanjutnya akan dirubah menjadi asam laktat. Ikan yang terlalu banyak berontak pada saat ditangkap maka akan kehilangan banyak glikogen dan glukosa sehingga kandungan asam laktat ikan menjadi rendah. Oleh karena itu, nilai pH ikan tersebut menjadi normal. Nilai pH yang mendekati normal akan merangsang pertumbuhan bakteri dan mempercepat pembusukkan. Selain itu ikan mengandung kadar air yang cukup tinggi sehingga merangsang pertumbuhan mikroba dengan cepat.

AVERTEBRATA AIR II

UNIRAMIA

Uniramia berasal dari bahasa Latin unus, yang berarti satu dan ramo yang berarti cabang, karena semua apendik pada ruas-ruas tubuhnya uniramus. Terdapat sepasang antena, sepasang mandibel, dan sepasang maksila. Uniramia sebagian besar hidup di darat, beberapa di air tawar, dan sebagian di air laut. Filum Uniramia dibagi menjadi dua subfilum, yaitu subfilum Myriapoda, dan subfilum Hexapoda

A. SUBFILUM MYRIAPODA

Tubuh Myriapoda panjang dan langsing. Pada tiap ruas terdapat sepasang kaki jalan kecuali pada ruas yang paling ujung. Myriapoda terdiri dari empat kelas, diantaranya adalah Chilopoda contohnya kelabang, Symphyla yaitu kelabang kecil yang ukuran tubuhnya kurang dari 8 mm, Diplopoda contohnya luwing, dan Pauropoda yaitu seperti kelabang kecil dan pendek yang panjang tubuhnya kurang dari 2 mm. Sebagian besar merupakan hewan yang hidup di darat namun ada juga yang hidup di laut di daerah pasang surut.

B. SUBFILUM HEXAPODA (INSECTA)

Tubuh Hexapoda terbagi menjadi kepala, thorax, dan abdomen terbagi dengan jelas. Ruas thorax selalu tiga buah dan masing-masing mempunyai sepasang kaki jalan. Abdomen terbagi menjadi sebelas ruas. Semua hexapoda mempunyai dua pasang maksila dan kebanyakan memiliki ocellus dan mata majemuk.

Subfilum Hexapoda dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Apterygota, merupakan serangga yang tidak bersayap, dan Pterygota merupakan serangga yang memiliki sayap atau secara sekunder tidak bersayap.

1. Kelas Apterygota

Kelompok Apterygota terdiri dari lima kelas, yaitu Diplurata, Oligoentomata, Myrientomata, Zygoentomata, dan Archeognathata. Kelompok Apterygota tidak mengalami metamorfosa. Apterygota merupakan hewan scavenger, yaitu pemakan bangkai atau dapat memakan serangga yang lebih kecil ukurannya

2. Kelas Pterygota

Pterygota memiliki tiga pasang kaki jalan, dua pasang sayap pada thorax, satu pasang antenna, dan satu pasang mata majemuk di kepala. Umumnya Pterygota hidup bebas, beberapa sebagai parasit dan bersifat sebagai hama. Kelas serangga ini memapu membatasi penguapan air pada tubuhnya karena tubuhnya memiliki kutikula dan sistem trakhea. Serangga juga memiliki variasi bentuk mulut, diantaranya adalah mulut untuk memotong atau menggigit, menusuk atau menghisap mangsa. Menghisap madu atau untuk menjilat.

Sayap serangga yang lebih primitif berbentuk seperti jala. Sayap serangga adalah pelebaran atau melipatnya kulit tubuh yang terdiri atas dua lapisan kutikula. Pada bagian yang mengandung pembuluh darah terjadi penebalan kutikula sehingga berfungsi sebagai rangka penunjang sayap. Bagian kutikula yang menebal dan keras dinamakan sklerit. Kutikula mengandung zat tanduk dan merupakan eksoskeleton atau rangka luar yang terbagi menjadi lempeng-lempeng terpisah. Lempeng tiap ruas dihubungkan dengan selaput penghubung (articular membran) yang terdiri atas lapisan kutikula tipis dan lentur. Kutikula tiap ruas terdiri dari empat helai lempengan, yaitu sebuah tergum dorsal, dua buah pleura lateral, dan sebuah sternum ventral.

Rangka luar arthropoda dihasilkan oleh lapisan sel epitel yang terletak dibawahnya disebut hypodermis. Kutikula terdiri atas lapisan tipis epikutikula dan prokutikula yang lebih tebal. Epikutikula mengandung lapisan lilin. Prokutikula terdiri atas eksokutikula dan endokutikula. Pada eksokutikula mengandung pigmen warna dintaranya adalah coklat, kuning, jingga, merah.

Selama hidup, serangga melakukan proses molting. Molting sendiri terbagi menjadi empat fase, diantaranya adalah Premolt (Proecdysis) merupakan fase persiapan yaitu pada saat lapisan hypodermis memisah dari rangka luar dan menghasilkan epikutikula baru, molt (ecdysis) merupakan saat hewan keluar dari kulit lama, post molt (postecdysis) yaitu peristiwa setelah berganti kulit. Kulit baru masih lunak dan lentur. Hewan bersembunyi karena terjadi pembentukan endokutikula dan pengendapan kalsium karbonat, intermolt atau instar yaitu fase antara pergantian kulit, diantaranya adalah penebalan dan pengerasan prokutikula, mengumpulkan cadangan makanan.

Alat pernafasan serangga umumnya adalah sistem trakhea. Sistem pencernaan sempurna, alurnya adalah makanan masuk melalui mulut, kemudian ke saluran pencernaan melalui pharinx dan masuk ke saluran pencernaan depat (foregut) terdiri dari esofagus, tembolok, dan proventiculus. Saluran pencernaan tengah (midgut) yaitu ventriculus atau lambung merupakan penghasil utama enzim pencernaan dan tempat penyerapan makanan. Saluran pencernaan belakang atau protocdeum terdiri atas usus di bagian anterior dan rektum di bagian posterior, berfungsi sebagai pembuangan sisa pencernaan dan penyerapan air.

Alat ekskresi utama serangga adalah tubulus malpighi dan sistem saraf terdiri atas otak dan saraf ganglia. Reproduksi seksual dan pembuahan terjadi di dalam. Tidak semua serangga mengalami metamorfosa. Apterygota merupakan serangga primitif yang dalam daur hidupnya tidak mengalami metamorfosa. Tingkatan metamorfosa pada kelompok serangga ada tiga macam, diantaranya adalah Paurometabola yaitu metamorfosa bertahap, telur mentas menjadi nimfa dengan bentuk dewasa yang serupa, Hemimetabola merupakan metamorfosa tidak lengkap. Telur mentas menjadi nimfa akuatik dan biasanya memiliki insang tambahan kemudian berkembang menjadi serangga dewasa yang hidup di darat, Holometabola merupakan metamorfosa lengkap. Telur menetas menjadi larva yang aktif bergerak dan makan, metamorfosa menjadi kepompong yang diam tidak makan, akhirnya menjadi dewasa.

HEMICHORDATA

Filum Hemichordata memiliki bentuk tubuh seperti cacing kecil, soliter, atau koloni, dan merupakan benthos di laut. Filum Hemichordata terbagi menjadi dua kelas, yaitu Enteropneusta, dan Pterobranchia.

A. KELAS ENTEROPNEUSTA

Bentuk tubuh seperti cacing dengan ukuran 9-45 cm. Umumnya terdapat di perairan dangkal, di bawah batu dan karang dan meliang dalam lumpur dan pasir.

Tubuh umumnya lunak dan terdiri dari belalai, kelepak (collar), dan badan yang panjang. Pada belalai (probosis) terdapat cillia yang berfungsi sebagai tenaga penggerak dan mengalir butir-butir makanan yang menmpel pada lendir ke mulut. Kelepak berbentuk silinder, bagian anterior menutupi belalai dan bagian ventral terletak mulut. Tepi sisi dorsal badan yang berbatasan dengan kelepak terdapat deretan pori-pori insang yang tersusun longitudinal.

Enteropneusta yang hidup meliang sebagian besar merupakan pemakan bahan organik tersuspensi, yaitu memakan detritus dan palnkton yang melekat pada lendir permukaan belalai. Sistem pencernaan terdiri dari mulut, pharinx, esofagus, usus, dan anus. Sistem peredaran darah terbuka terdiri dari pembuluh kontraktil dan satu sistem saluran sinus. Darah tidak berwarna.

Enteropneusta merupakan cacing yang mudah putus sehingga sering sekali bentuknya sudah tidak utuh. Cacing ini memiliki daya regenerasi yang besar, sehingga dapat memperbaiki bagian tubuhnya yang rusak. Reproduksi seksual, dioecious dan pembuahan terjadi di luar. Telur mentas menjadi larva tornaria yang berenang bebas.

B. KELAS PTEROBRANCHIA

Merupakan cacing kecil yang hidup di dalam tabung, berkelompok atau berkoloni. Panjang idividu tidak lebih 12 mm. Tubuh terdiri atas probosis yang berbentuk seperti tameng (perisai) dan tangan-tangan yang mengandung tentakel terdapat di bagian dorsal kelepak (collar). Tangan tentakel tersebut disebut tangan lophophore. Tetntakel berfungsi untuk menangkap makanan yang berupa organisme kecil dan disalurkan oleh cillia ke mulut.

Reproduksi aseksual dengan membentuk pertunasan sehingga menghasilkan sebuah koloni yang lebih besar. Reproduksi seksual, dioecious dengan pembuahan terjadi di luar, larva mirip dengan larva tornaria.

CHORDATA

Filum Chordata terbagi menjadi tiga subfilum, yaitu Urochordata, Cephalochordata, dan Vertebrata. Urochordata dan Cephalochordata tidak memiliki tulang belakang sedangkan Vertebrata telah memiliki tulang belakang. Ciri khas chordata adalah memiliki sebuah notochord, sebuah benang saraf yang bolong, celah-celah insang (gill clefts) dan sebuah ekor post anal.

A. SUBFILUM UROCHORDATA

Umumnya hidup sebagai hewan benthik, dan beberapa jenis hidup sebagai plankton. Terdapat 3 kelas, yaitu Ascidiacea, Thaliacea, dan Larvacea.

1. Kelas Ascidiacea

Disebut juga penyemprot laut. Umumnya hidup sessile dan menempel pada karang, cangkang moluska, lunas kapal, atau pada dasar pasir dan lumpur. Bentuk tubuh kecil seperti kantung balon kecil. Mempunyai dua buah bukaan, bucal siphon (sifon air masuk) dan cloacal siphon atau sifon keluarnya air.

Tubuh ascidian tertutup oleh lapisan epitel. Di lapisan luar terbungkus lagi oleh sebuah mantel atau tunic. Mantel tersusun dari zat yang berupa selulosa yang disebut tunicine. Dalam mantel tunicine terdapat sel amoeboid dan sel darah yang bermigrasi dari mesenkhim.

Kebanyakan tunica berukuran kecil dan hidup berkoloni. Individu yang satu dengan yang lainnya dihubungkan dengan stolon. Air masuk membawa oksigen dan butir-butir makanan melalui sifon air masuk atau branchial siphon yang terbuka di anterior, kemudian mengalir ke pharinx dan selanjutnya ke atrium, kemudian keluar melalui sifon air keluar.

Tunica merupakan filter feeder, dan reproduksi umumnya bersifat hermafrodit. Ovari terletak di bawah atau di dekat lambung. Spesies soliter biasanya mempunyai telur kecildengan sedikit kuning telur. Sedangkan jenis koloni biasanya mempunyai kuning telur lebih banyak dan telur dierami dalam atrium. Telur menetas menjadi larva appendicularia.

Koloni ascidian terbentuk dengan pertunasan. Tunas tunica disebut blastozooid. Tunas pada Perophora terbentuk dari stolon, yaitu tangkai penghubung antar zooid. Pada Diazona, tunas terbentuk pada daerah abdomen.

2. Kelas Thaliacea

Merupakan tunica pelagis. Hidup soliter atau dalam bentuk koloni. Sifon air masuk dan sifon air keluar terdapat di ujung yang berlainan. Selain untuk pertukaran gas dan makanan, berfungsi juga sebagai alat gerak. Semua hidup sebagai plankton di laut, di daerah tropis, dan subtropis.

3. Kelas Larvacea (Appendicularia)

Tubuh kecil dan transparan. Memiliki notochord dan ekor di belakang anus. Tubuh melengkung membentuk huruf U seperti larva ascidian yang mirip dengan berudu. Semua larvacea merupakan soliter. Mulut terletak di anterior dan anus di ventral.

Larvacea tidak memiliki mantel atau tunic dari selulosa. Permukaan lapisan epitel menghasilkan zat yang berfungsi untuk menyelimuti seluruh tubuh. Pelindung tubuh yang disebut “rumah’ pada Oikopleura berbentuk bulat, dan lebih besar daripada tubuhnya. Pada Fritillaria tubuh berada di luar “rumah” dan organisme berada di bawahnya. Di dalam “rumah” terdapat beberapa rongga yang berhubungan satu sama lain. Reproduksi seksual, hermafrodit.

B. SUBFILUM CEPHALOCHORDATA

Bentuk cephalochordata seperti ikan kecil, panjang antara 4-8 cm. Bentuk tubuh pipih secara lateral dan kepala tidak jelas, kedua ujungnya meruncing. Cephalochordata merupakan penghubung antara avertebrata dan vertebrata.

Cephalochordata biasa disebut lancelet. Merupakan hewan benthik yang hidup di bawah pasir laut dangkal. Dinding tubuh lancelet transparan dan berwarna merah jambu. Tubuh terbagi menjadi kepala, badan, dan ekor. Kepala terdiri dari rostrum, mulut, dan oral cirri. Rostrum berbentuk seperti moncong yang berfungsi sebagai untuk menyingkirkan pasir saat menggali lubang. Mulut dikelilingi oleh oral cirri, yaitu rangkaian tonjolan panjang sebagai alat indera. Pada sisi lateral ventral badan terdapat lipatan metapleura.

Notochord pada lancelet terletak sepanjang tubuh, benang saraf bolong terdapat di sepanjang tubuh, ekor terletak di belakang anus, dan pharinx besar dengan celah insang yang berpasangan. Tubuh Cephalochordata beruas-ruas tampak jelas dari otot renang yang tersusun sepanjang badan, disebut myomere, dan dibatasi oleh myosepta.

Cara makan lancelet adalah dengan menelan partikel bahan organik yang terbawa air masuk melalui mulut. Vestibule (rongga mulut pendek) berfungsi untuk mempercepat aliran air dari mulut ke pharinx. Diantara vestibule dan pharinx terdapat velum yang dilengkapi otot sphincter dan sel indera.

Semua Cephalochordata dioecious dan pembuahan terjadi di luar. Bentuk larva asimetris, mulut yang besar terletak di sisi kepala dan insang di sisi kanan. Selama mengalami metamorfosa yang bertahap, mulut larva menjadi velum sehingga menjadi larva yang simetris bilateral. Selama stadia larva larva hidup sebagai plankton, sedangkan yang dewasa sebagai benthos.

AVERTEBRATA AIR I

A. NEMERTINA/ RHYNCOCOELA

Bentuk tubuh Rhyncocoela pipih, panjang sekitar 2 cm sampai dengan 2 meter. Memiliki warna yang pucat namun ada juga yang berwarna jingga, kuning, dan bergaris-garis. Rhyncocoela juga memiliki probosis, semacam belalai yang digunakan untuk menangkap mangsa dan dapat ditarik ke dalam mulut. Rhyncocoela memiliki sistem pencernaan yang lengkap dan sistem peredaran darah tertutup. Mulut terdapat di bagian anterior dan anus di ujung posterior, namun belum memiliki jantung.

Probosis pada Rhyncocoela dapat mengelurakan racun untuk meracuni korbannya. Sebagian besar hidup di pantai. Semua jenis Rhyncocoela adalah karnivora, memakan cacing annelida dan krustasea kecil. Rhyncocoela juga mampu regenerasi. Bagian anterior yang melakukan regenerasi akan menjadi cacing utuh kembali dan bagian posteriornya mati, namun bagian belalainya juga dapat tumbuh kembali menjadi cacing utuh. Reproduksi aseksual bisa terjadi dengan fragmentasi sedangkan reproduksi seksualnya menghasilkan anak cacing pada jenis Nemertina yang habitatnya di air tawar dan berupa stadia larva pilidium pada jenis Nemertina yang habitatnya berada di perairan laut.

B. ENTOPROCTA

Nama lain Entoprocta adalah Kamptozoa. Entoprocta berasal dari kata proktos yang berarti anus. Fillum ini termasuk seksi Pseudoselomata. Pseudoselomata berisi parenkim yang seperti agar dan meluas samapi ke tentakel. Bentuk tubuh Entoprocta seperti mangkuk yang disebut calyx dan dikelilingi oleh tentakel bersilia, bertangkai dan menempel pada organisme air.

Habitat Entoprocta berada di air laut dan hanya Urnatella gracilis yang berada di air tawar, dan hidup di bawah batu pada aliran sungai. Ukuran Entoprocta sekitar 5 mm. Biasanya hidup soliter atau berkoloni yang terdiri dari beberapa zooid. Entoprocta tergolong sebagai hewan filter feeder, memakan plankton kecil, atau partikel-partikel organik.

Reproduksi aseksual Entoprocta adalah melakukan pertunasan (budding) dan kebanyakan Entoprocta bersifat hermafrodit, dan telur dibuahi dalam ovarium pada reproduksi seksual. Telur yang menetas berupa larva trochophore.

Entoprocta memiliki simetri tubuh bilateral, yang terdiri dari calyx dan tangkai. Saluran pencernaannya berbentuk huruf U. Tidak memiliki sistem peredaran dan sistem pernafasan. Sistem ekskresi berupa protonephridia. Entoprocta terbagi menjadi tiga famili, diantaranya adalah famili Loxosomatidae, famili Pedicellinidae, dan famili Urnatellidae yang habitatnya berada di perairan tawar.

C. KINORHYNCHA

Kinorhyncha berasal dari kata rhynchos yang berarti paruh atau hidung, dan kinetikos yang berarti bergerak. Tubuh Kinorhyncha ditutupi oleh kutikula yang terbagi menjadi ruas-ruas yang jelas. Ruas yang pertama adalah kepala, dan mulut, ruas kedua adalah ruas leher dan yang ketiga adalah ruas badan beserta sebelas ruas lainnya.

Habitat Kinorhyncha di permukaan lumpur atau pasir laut. Saluran pencernaannya bagian depan dilapisi kutikula, memiliki pharynx penghisap yang terbentuk dari lapisan epitel berotot dan tidak berotot. Esofagus pendek berhubungan dengan saluran pencernaan bagian tengah. Sistem ekskresi berupa protonephridia dan sistem syarafnya berupa sistem ganglion tangga tali.

Klasifikasi Kinorhyncha adalah ordo Hemalorhagida yang kepala dan lehernya retraktil, dan ordo Cylorhagida yang hanya lingkar kepalanya yang retraktil.

D. GASTRORICHA

Fillum Gastroricha memiliki simetri tubuh bilateral, tubuh langsing seperti botol, tubuhnya tertutup oleh kutikula, dan sering berbentuk sisik atau duri. Saluran pencernaannya lengkap dan sistem ekskresi berupa protonephridia yang sepasang. Reproduksi melalui cara parthenogenesis dan biasanya bersifat hermafrodit.

Bagian tubuh anterior terdapat sepasang protonephridia dan bagian posterior bercabang dua dilengkapi organ penempel. Organ penempel berbentuk tabung berjumlah banyak terdapat di kepala, sepanjang sisi tubuh, dan ujung posterior. Tabung penempel digunakan untuk menempel sementara pada substrat.

Fillum Gastroricha terbagi menjadi kelas Macrodasyoidea yang memiliki tabung perekat di bagian anterior, lateral, dan posterior, sedangkan kelas Chaetonotoidea tabung perekatnya hanya terletak di ekor.

E. NEMATODA

Nematoda disebut sebagai cacing gelang. Tubuhnya tertutup oleh lapisan kutikula. Nematoda hidup bebas, baik di air laut, payau, maupun tawar. Bentuk tubuh Nematoda panjang, langsing, dan di bagian anteriornya daerah mulut merupakan simetri radial atau biradial. Mulut di bagian anterior terdapat 3 sampai dengan 6 bibir, papilla, dan setae. Sistem pernafasan dan sistem peredaran darah tidak ada. Sistem syaraf pada Nematoda mengelilingi esophagus. Sistem ekskresi berupa sistem kelenjar tanpa saluran. Sebagian besar Nematoda bersifat karnivora, dan ada juga yang bersifat deposit feeder. Sistem reproduksinya kebanyakan sistem rumah dua. Contoh cacing dari fillum Nematoda adalah Ascaris lumbricoides yang berada pada usus manusia, dan Entrobius vermicularis yaitu cacing kremi yang terdapat pada anak kecil.

F. BRYOZOA

Bryozoa berasal dari kata bryon yang berarti lumut, dan zoon yang berarti hewan. Bryozoa berupa koloni hewan kecil-kecil yang menyerupai lumut berbulu. Bryozoa sendiri lebih dikenal dengan nama lain Ectoprocta, yang berasal dari kata ektos yang berarti di luar, dan proctos, yang berarti anus. Jadi Bryozoa merupakan kelompok hewan yang memiliki anus di bagian luar lophophore. Lophophore adalah lipatan dinding tubuh yang mengelilingi mulut, dan mengandung tentakel bercilia. Bryozoa adalah hewan yang berkoloni dan sessile. Tiap individu terbungkus oleh zooecium yaitu selubung dari khitin atau lapisan tebal kalsium karbonat yang tertutup khitin.

Saluran pencernaan Bryozoa lengkap membentuk huruf U dan mulut yang dikelilingi oleh lophophore. Selom atau rongga tubuh tumbuh dengan sempurna, sedangkan sistem peredaran darah dan sistem ekskresi tidak ada. Reproduksi terjadi secara aseksual dan seksual. Biasanya hermafrodit dan gonad terbentuk dari peritoneum, telur dierami dalam ovicell. Reproduksi aseksual menghasilkan statoblast.

Fillum Bryozoa terbagi menjadi tiga kelas, yaitu kelas Phylactolaemata, yang memiliki lophophore berbentuk tapal kuda, mempunyai epistome, dinding tubuh berotot, dan menghasilkan statoblast. Contohnya adalah ordo Plumatellina. Kelas yang kedua yaitu kelas Gymnolaemata yang memiliki lophophore berbentuk lingkaran, tidak mempunyai epistome, dinding tubuhnya tidak berotot, dan bersifat koloni polimorfik. Kelas yang ketiga adalah kelas Stenolaemata, yang memiliki bentuk zooecium seperti tabung.

G. ECHIURA

Bentuk tubuh Echiura adalah bulat panjang dan mempunyai probosis seperti sendok namun tidak dapat ditarik ke dalam badannya. Permukaan tubuhnya halus atau ditutupi kutil-kutil yang tersusun melingkar atau tidak beraturan. Sebagian besar Echiura memakan detritus yang masuk terperangkap oleh lendir di bagian dalam probosis. Hasil reproduksi seksual Echiura berupa telur yang menetas menjadi larva trocophore yang berenang bebas sebagai meroplankton kemudian turun ke dasar laut dan tumbuh menjadi Echiura muda yang hidup sebagai benthos.

H. BRACHIOPODA

Bentuk tubuh Brachiopoda seperti Pelecypoda, memilki dua cangkang, namun cangkang Brachiopoda terdiri atas keping dorsal yang lebih kecil dibanding dengan keping ventral. Brachiopoda semuanya hidup di perairan laut, soliter, dan biasanya menempel atau pada benda padat lainnya. Di dalam cangkang terdapat lophophore yang berfungsi untuk mendapatkan makanan. Bentuk lophophore seperti dua tangan yang panjang, menggulung, dan mengandung deretan tentakel yang alurnya menuju mulut.

Sistem peredaran darah Brachiopoda adalah sistem terbuka. Alat ekskresi berupa sepasang atau dua pasang nephridia. Ssitem syaraf terdiri atas cincin syaraf ganglia di sekita esophagus.

Reproduksi seksual umumnya diecious, gonad biasanya 4 buah kelompok gamet yang dihasilkan dalam peritoneum dan setelah menetas telur menjadi larva. Larva inarticulata bentuknya mirip brachiopod dewasa dan tidak mengalami metamorfosa, bentuk dan ukuran kedua keping cangkang hampir sama, tidak mempunyai engsel atau hinge, kedua keping cangkang hanya dihubungkan dengan otot. Saluran pencernaan inarticulata lengkap dan mempunyai anus. Larva articulata sebagai meroplankton selama 24 jam sampai 30 jam kemudian turun ke substrat, mengalami metamorfosa menjadi bentuk yang dewasa. Bentuk dan ukuran kedua keping cangkang Articulata tidak sama, kedua keping cangkang dihubungkan oleh otot dan engsel pada bagian posterior. Cangkang terdiri dari kalsium karbonat dalam bentuk Kristal kalsit. Saluran pencernaan tidak lengkap, tidak mempunyai anus, pedicle pendek dan lentur sehingga hewan dapat bergerak ke kiri dan ke kanan juga memutar.

Wednesday, April 6, 2011

Karakteristik dan Morfologi Kerang Darah

Karakteristik Morfologi Kerang Darah
(Anadara granosa)
Asti Latifah (C34090043)
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
24 Maret 2011
ABSTRAK
Kerang darah merupakan salah satu jenis kerang dari kelas Bivalvia yang berpotensi dan memiliki nilai ekonomis untuk dikembangkan sebagai sumber protein dan mineral untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Kerang darah biasanya dijadikan makanan dan diproduksi dalam bentuk segar, hidup, kupas rebus, dan sate. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui teknik preparasi kerang darah (Anadara granosa), mengetahui karakteristik rendemen, laju kemunduran mutu, dan komposisi kimia (analisis proksimat). Metode yang digunakan adalah perhitungan morfometrik, perhitungan rendemen dari kerang darah, dan analisis proksimat. Data yang diperoleh dari hasil praktikum adalah panjang total kerang darah (3,13 ± 0,24) cm, lebar (2,53 ± 0,29) cm, tinggi (2,29 ± 0,41) cm, dan bobot total (10,29 ± 1,74) gr. Rendemen kerang darah yang diperoleh adalah rendemen daging sebesar 13%, rendemen cangkang sebesar 69%, dan rendemen jeroan sebesar 18%.
Kata kunci : analisis proksimat, kerang darah, morfometrik, rendemen.

PENDAHULUAN

Kerang darah (Anadara granosa) merupakan salah satu jenis kerang yang berpotensi dan bernilai ekonomis tinggi untuk dikembangkan sebagai sumber protein dan mineral untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Kerang darah banyak ditemukan pada substrat yang berlumpur di muara sungai dengan topografi pantai yang landai sampai kedalaman 20 m. Kerang darah bersifat infauna yaitu hidup dengan cara membenamkan diri di bawah permukaan lumpur di perairan dangkal (PKSPL 2004).
Ciri-ciri dari kerang darah adalah mempunyai dua keping cangkang yang tebal, ellips, dan kedua sisi sama, kurang lebih 20 rib, cangkang berwarna putih ditutupi periostrakum yang berwarna kuning kecoklatan sampai coklat kehitaman. Ukuran kerang dewasa 6-9 cm. Menurut Pratt (1935) dan Barnes (1974) klasifikasi dari kerang darah (Anadara granosa) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Pelecypoda/ Bivalvia
Subkelas : Lamelladibranchia
Ordo : Taxodonta
Famili : Arcidae
Genus : Anadara
Spesies : Anadara granosa
Kerang darah termasuk ke dalam kelas Pelcypoda/ Bivalvia yang kebanyakan hidup di laut terutama di daerah litoral, dasar perairan yang berlumpur atau berpasir. Pada dasarnya tubuh Pelecypoda ini tertutup dua keping cangkang yang berhubungan di bagian dorsal dengan adanya hinge ligamen, yaitu semacam pita elastik yang terdiri dari bahan organik seperti zat tanduk. Kedua keping cangkang pada bagian dalam juga ditautkan oleh satu atau dua buah otot aduktor yang bekerja secara antagonis dengan hinge ligamen (Suwignyo 1998).
Kerang darah (Anadara granosa) merupakan ciliary feeder (sebagai deposit feeder atau filter feeder). Sebagai filter feeder kerang menyaring makanannya menggunakan insang yang berlubang-lubang. Makanan utamanya adalah plankton, terutama fitoplankton (Suwignyo 1998).
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui teknik preparasi, rendemen, komposisi kimia, dan kemunduran mutu kerang darah.

METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum karakteristik dan morfologi kerang darah (Anadara granosa) dilaksanakan pada hari Kamis, 24 Maret 2011, pukul 15.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB. Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Pengetahuan Bahan Baku dan Industri Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam praktikum ini adalah kerang darah (Anadara granosa), es batu, air, serta bahan kimia seperti HCl, NaOH, H2SO4, H3BO3, dan selenium.
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah alat bedah, baskom, wadah/ nampan, heater (pemanas air), plastik, trash bag, penggaris, score sheet, sarung tangan, timbangan digital, tabung Kjeldahl, dan destilator.
Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada praktikum ini meliputi teknik preparasi, perhitungan morfometrik, rendemen, dan analisis proksimat. Sebelumnya, kerang darah ditimbang berat utuhnya terlebih dahulu dengan timbangan digital, kemudian kerang darah diukur panjang, lebar, serta tingginya dengan penggaris. Setelah ditimbang dan diukur daging dipisahkan dari cangkangnya dengan cara kedua keping cangkangnya dibuka. Kemudian daging dipisahkan dengan jeroannya. Setelah semuanya dipisahkan, masing-masing ditimbang bobotnya dengan timbangan digital lalu dihitung masing-masing rendemennya. Tahap selanjutnya adalah daging kerang darah diuji dengan analisis proksimatnya dan diamati laju kemunduran mutunya selama 3 hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ukuran dan Berat Kerang Darah (Anadara granosa)
Pengamatan yang dilakukan pada praktikum karakteristik dan morfologi kerang darah (Anadara granosa) diantaranya adalah penghitungan data morfometrik dari kerang darah (Anadara granosa).
Morfometrik adalah pengukuran standar yang digunakan pada ikan atau hewan air lainnya antara lain panjang standar, panjang moncong, panjang sirip punggung. Morfometrik merupakan ciri yang dapat dihitung berupa panjang total, panjang badan, lebar badan, dan bobot total (Iktiologi Indonesia 2008).
Berdasarkan perhitungan data sampel yang diambil (sampel personal absen 24-47) diperoleh data panjang total kerang darah (Anadara granosa) adalah (3,13 ± 0,24) cm berkisar antara 2,89 cm hingga 3,37 cm, lebar badan (2,53 ± 0,29) cm berkisar antara 2,24 cm hingga 2,82 cm, tinggi sebesar (2,29 ± 0,41) cm berkisar antara 1,88 cm hingga 2,7 cm, dan bobot total adalah (10,29 ± 1,74) gr berkisar antara 8,55 gr hingga 12,03 gr. Menurut Nurjanah et.al. (2005) ukuran kerang darah (Anadara granosa) berkisar antara 3,2-7,2 cm (panjang) dan lebar sekitar 2,8-5,6 cm.
Rendemen Kerang Darah (Anadara granosa)
Rendemen adalah persentase seberapa besar bagian dari komoditi yang dapat dimanfaatkan. Berdasarkan perhitungan data sampel yang diambil (sampel personal absen 24-47) diperoleh data rendemen kerang darah (Anadara granosa) adalah rendemen daging sebesar 13%, rendemen cangkang sebesar 69%, dan rendemen jeroan 18%. Rendemen yang terbesar adalah rendemen cangkang yang persentasenya adalah 69% dan yang terkecil adalah rendemen daging sebesar 13%. Saat ini, daging kerang darah dimanfaatkan sebagai bahan pangan (konsumsi) dalam bentuk produk segar, kupas rebus, dan sate. Jeroan kerang darah digunakan untuk pakan ternak, dan cangkang digunakan untuk penjernihan air.
Komposisi Kimia Kerang Darah (Anadara granosa)
Analisis proksimat adalah suatu metoda analisis kimia untuk mngidentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak, dan serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan.
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan (Winarno 1997). Berdasarkan hasil pengamatan kadar air pada kerang darah sebesar 77,80%. Hal ini menunjukkan bahwa kerang darah merupakan komoditi hasil perikanan yang memiliki kadar air yang tinggi. Menurut Nurjanah et.al. (2005) nilai proksimat kadar air kerang darah sebesar 74,37%.
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan (Winarno 1997). Berdasarkan hasil pengamatan kadar abu pada kerang darah sebesar 2,30%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar abu pada kerang darah kandungannya tinggi. Menurut Nurjanah et.al. (2005) kadar abu pada kerang darah sebesar 2,24%.
Hasil perikanan digolongkan sebagai ikan berlemak rendah jika mengandung lipid kurang dari 2%, ikan berlemak sedang mengandung lipid 2-5%, dan ikan berlemak tinggi mengandung lipid di atas 5% (Irianto dan Giyatmi 2009). Berdasarkan hasil pengamatan kadar lemak pada kerang darah sebesar 5,85%. Menurut Nurjanah et.al. (2005) kadar lemak kerang darah sebesar 2.50%. Kerang-kerangan adalah makanan sumber lemak yang aman. Kadar asam lemak tak jenuh ganda omega-3 dalam makanan laut cukup tinggi. Asam lemak omega-3 dapat menigkatkan kadar HDL (High Density Lipoprotein) dan menurunkan LDL (Low Density Lipoprotein) dan trigliserida dalam darah (Furkon 2004).
Berdasarkan hasil pengamatan kadar protein kerang darah sebesar 10,27%. Hal ini menunjukkan bahwa kerang darah mengandung kadar protein yang tidak terlalu tinggi. Menurut Nurjanah et.al. (2005) kadar protein kerang darah tinggi sebesar 19,48%. Kandungan protein jenis kerang-kerangan relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan kandungan protein dari jenis ikan pada umumnya, namun kerang-kerangan mempunyai kandungan taurin yang cukup tinggi (Andamari dan Subroto 1991).
Kadar karbohidrat pada praktikum kerang darah ini diketahui dengan metode by difference. Hasil pengamatan menunjukkan kadar karbohidrat kerang darah sebesar 3,78%.
Kemunduran Mutu pada Kerang Darah (Anadara granosa)
Produk perikanan memiliki sifat cepat mengalami kemunduran mutu. Hal ini disebabkan karena sebagian besar kandungan daging ikan merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Daging ikan sebagian besar terdiri dari protein dan air. Tingginya kadar air dalam ikan inilah yang menyebabkan ikan mudah sekali mengalami pembusukan karena bakteri.
Kemunduran mutu kerang darah (Anadara granosa) dapat diuji dengan pengujian organoleptik. Uji organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses penginderaan. Uji organoleptik merupakan penilaian subyektif yang dilakukan secara individu dengan mengandalkan indera manusia sebagai alat utama (Irianto dan Giyatmi 2009). Parameter yang diamati dalam mengamati kemunduran mutu kerang darah adalah penampakan, bau, dan tekstur. Berikut ini adalah hasil pengamatan kemunduran mutu pada kerang darah (Anadara granosa).
Penampakan
Laju kemunduran mutu kerang darah dipengaruhi oleh suhu, lingkungan, pH, dan faktor internal dari kerang darah tersebut. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, perlakuan suhu kamar mengakibatkan kemunduran mutu pada kerang darah lebih cepat terjadi dibandingkan dengan kerang darah yang diberi perlakuan suhu chilling. Selain itu kerang darah dalam kondisi utuh juga lebih cepat mengalami kemunduran mutu dibandingkan dengan kerang darah yang dalam keadaan tanpa jeroan. Hal ini disebabkan di dalam jeroan terdapat banyak mikroorganisme yang berperan aktif untuk perombakan dan mempercepat peristiwa pembusukan pada tubuh kerang darah.
Suhu ruangan dapat mempengaruhi proses cepat berlangsungnya oksidasi lemak pada kerang darah sehingga kerang darah lebih cepat mengalami kemunduran mutunya, sedangkan pada suhu chilling laju kemunduran mutunya lebih lambat karena pada suhu dingin kerja enzim lebih terhambat. Selain itu, mikroorganisme yang terdapat pada saluran pencernaan (jeroan) mengakibatkan kerang darah dalam kondisi utuh lebih cepat mengalami proses kemunduran mutunya karena bakteri dalam jeroan dengan cepat menyerang bagian-bagian tubuh biota tersebut (Irianto dan Giyatmi 2009).
Bau
Bau merupakan parameter untuk menilai laju kemunduran mutu kerang darah. Berdasarkan pengamatan laju kemunduran mutu bau pada kerang darah semakin hari laju kemunduran mutunya semakin menurun dan baunya semakin membusuk. Bau yang timbul diakibatkan oleh terakumulasinya basa-basa yang menguap hasil proses dekomposisi oleh mikroorganisme seperti senyawa-senyawa sulfur, alkohol aromatik (fenol, kresol), serta senyawa-senyawa heterosiklik seperti indol dan skatol (Nurjanah et.al. 2004). Bau pada kerang darah utuh suhu kamar lebih cepat berbau busuk karena adanya bakteri yang mendekomposisi senyawa-senyawa sederhana hasil perombakan enzim menjadi senyawa-senyawa basa menguap yang baunya menyengat sehingga terjadi kemunduran mutu.
Tekstur
Kemunduran mutu tekstur pada kerang darah ditandai dengan semakin melunaknya daging. Kemunduran mutu kerang darah yang berpengaruh pada tekstur daging adalah penurunan pH yang mengakibatkan enzim-enzim yag bekerja pada pH rendah menjadi aktif. Katepsin, yaitu enzim proteolitik yang berfungsi menguraikan protein menjadi senyawa sederhana, merombak jaringan otot menjadi lebih longgar yang mengakibatkan daging pada biota hasil perairan menjadi lunak. Proses perombakan oleh enzim tersebut disebut dengan autolisis (Diniah et.al. 2006).

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pengukuran morfometrik dan rendemen dilakukan pada praktikum kerang darah (Anadara granosa) ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar persentase dari bagian biota kerang darah yang daat dimanfaatkan. Berdasarkan data yang diperoleh panjang total kerang darah (Anadara granosa) adalah (3,13 ± 0,24) cm, lebar badan (2,53 ± 0,29) cm, tinggi sebesar (2,29 ± 0,41) cm, dan bobot total adalah (10,29 ± 1,74) gr. Nilai rendemen terbesar adalah rendemen cangkang 69% dan yang terkecil adalah rendemen daging sebesar 13%. Hasil uji proksimat yang diperoleh adalah kadar air sebesar 77,80%, kadar abu sebesar 2,30%, kadar protein sebesar 10,27%, kadar lemak sebesar 5,85%, dan kadar karbohidrat sebesar 3,78%. Laju kemunduran mutu kerang darah yang paling cepat adalah kerang darah dalam kondisi utuh dengan perlakuan suhu kamar. Hal ini disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang terdapat di dalam jeroan kerang tersebut dan mikroorganisme berperan dalam mendekomposisi senyawa sederhana hasil perombakan dari autolisis enzim pada tubuh biota.
Saran
Pelaksanaan praktikum dan pengamatan lanjutan berupa analisis proksimat dengan menggunakan metode lain sehingga bisa dibandingkan dan hasilnya lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

[Iktiologi Indonesia]. 2008. Morfometrik dan Meristik. http://iktiologi-indonesia.org. [29 Maret 2011]
Andamari R, Subroto W. 1991. Pengamatan kerang-kerangan terutama nilai gizi dan kemungkinan budidayanya di Pantai Paperu (P. Saparua). Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Vol 59: 51-60.
Diniah, Lismawati,D., Martasuganda,S. 2006. Uji coba dua jenis bubu penangkap keong macan di perairan Karang Serang kabupaten Tanggerang. Jurnal Mangrove dan Pesisir Vol. VI No.2/2006.
Furkon UA. 2004. Konsumsi Kerang dan Udang Membahayakan Kesehatan, Benarkah ?. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0404/15/cakrawala/lainnya06.htm. [29 Maret 2011].
Irianto,H.E. dan Giyatmi,S. 2009. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta : Universitas Terbuka.
Nurjanah, Setyaningsih,I., Sukarno, Muldani,M. 2004. Kemunduran mutu ikan Nila merah (Oreochromis sp.) selama penyimpanan pada suhu ruang. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. Volume VII Nomor 1 tahun 2004.
Nurjanah, Zulhamsyah, Kustiyariyah. 2005. Kandungan mineral dan proksimat kerang darah (Anadara granosa) yang diambil dari Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Buletin Teknologi Hasil Perairan. Vol VIII. Nomor 2.
Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Tuesday, April 5, 2011

Karakteristik dan Morfologi Cumi-cumi

KARAKTERISTIK MORFOLOGI CUMI-CUMI

(Loligo sp.)

Asti Latifah (C34090043)

Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kaelautan, Institut Pertanian Bogor

ABSTRAK

Cumi-cumi adalah kelompok hewan cephalopoda besar atau jenis moluska yang hidup di laut. Cumi-cumi merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia. Cumi-cumi banyak digunakan sebagai makanan, baik berupa produk segar maupun produk olahan. Selain itu cumi-cumi memiliki nilai ekspor yang tinggi. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui teknik preparasi cumi-cumi (Loligo sp.), mengetahui karakteristik rendemen, laju kemunduran mutu, dan komposisi kimia (analisis proksimat) dari cumi-cumi. Metode yang digunakan adalah perhitungan morfometrik, rendemen dari cumi-cumi, dan analisis proksimat. Data yang diperoleh dari hasil praktikum adalah panjang total cumi-cumi 33,31cm, panjang badan 11,91 cm, lebar total 5,64 cm, dan berat total 77 gr. Rendemen cumi-cumi yang diperoleh adalah rendemen daging 65%, rendemen organ dalam 6%, rendemen kepala 24%, dan rendemen cangkang 5%.

Kata kunci : cumi-cumi, morfometrik, rendemen, analisis proksimat.



PENDAHULUAN

Cumi-cumi merupakan binatang lunak dengan tubuh berbentuk silindris. Sirip-siripnya berbentuk trianguler atau radar yang menjadi satu pada ujungnya. Pada kepalanya di sekitar luabang mulut terdapat 10 tentakel yang dilengkapi dengan alat penghisap (sucker). Tubuh terdiri dari isi rongga tubuh (visceral mass) dan mantel. Lapisan isi rongga tubuh berbentuk silinder dengan dinding sebelah dalam tipis dan halus. Mantel yang dimilikinya berukuran tebal, berotot, dan menutupi isi rongga tubuh pada seluruh isi serta mempunyai tepi yang disebut leher (Pelu 1989).

Menurut Saanin (1984) klasifikasi cumi-cumi adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Moluska

Kelas : Cephalopoda

Subkelas : Coleoidea

Ordo : Teuthoidea

Family : Loligonidae

Genus : Loligo

Spesies : Loligo sp.

cumi-cumi.jpg

Gambar 1. Cumi-cumi (Loligo sp.)

Sumber : Koleksi pribadi

Menurut Voss (1963) dan Roper, daerah penyebaran cumi-cumi adalah di perairan Pasifik Barat, Australia Utara, Pulau Filipina, bagian utara Laut Cina Selatan sampai Jepang. Penyebaran cumi-cumi (Loligo sp.) di seluruh perairan Indonesia hampir merata, yaitu dari Barat Sumatera sampai ke selatan Irian Jaya, dari Selat Malaka ke timur sampai ke perairan Timur Sumatera, Laut Jawa, Laut Banda, dan perairan Maluku/ Arafura.

Cumi-cumi (Loligo sp.) merupakan penghuni demersal atau semi pelagik pada daerah pantai dan paparan benua sampai kedalaman 400 m. Beberapa spesies hidup sampai di perairan payau. Cumi-cumi melakukan pergerakan diurnal, yaitu pada siang hari akan berkelompok dekat dasar perairan dan akan menyebar pada kolom perairan pada malam hari. Cumi-cumi tertarik pada cahaya (fototaksis positif), oleh karena itu sering ditangkap dengan menggunakan bantuan cahaya (Roper et.al. 1984).

Karakteristik yang dimiliki cumi-cumi adalah adanya kantong tinta yang terletak di atas usus besar. Bila kantung ini dibuka, maka akan mengeluarkan tinta berwarna coklat atau hitam yang diakibatkan oleh pigmen melanin. Cumi-cumi akan mengeluarkan tintanya melalui siphon untuk menghindari predator (Buchsbaum et.al. 1987).

Cumi-cumi (Loligo sp.) mempunyai sistem reproduksi yang terpisah (dioecious), dimana gonadnya terletak pada bagian posterior tubuhnya. Spermatophora (sel kelamin jantan) yang sudah matang gonad akan disimpan pada nedhem sac (Pelu 1988).

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Praktikum karakteristik morfologi cumi-cumi (Loligo sp.) dilaksanakan pada hari Kamis, 17 Maret 2011, pukul 15.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB. Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Pengetahuan Bahan Baku dan Industri Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah alat bedah, batu, baskom, pemanas air (heater), plastik, penggaris, score sheet, sarung tangan, trash bag timbangan digital, tabung Kjeldahl, wadah, dan destilator.

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan antara lain cumi-cumi (Loligo sp.), es batu, serta bahan kimia seperti HCl, NaOH, H2SO4, H3BO3, dan Selenium.

Prosedur Kerja

Tahapan-tahapan prosedur kerja pada praktikum ini meliputi teknik preparasi diantaranya perhitungan morfometrik, rendemen, dan analisis proksimat. Sebelum dipreparasi cumi-cumi ditimbang berat utuhnya terlebih dahulu dengan timbangan analitik, kemudian, cumi-cumi diukur panjang total, panjang badan, dan lebar total dengan penggaris. Setelah ditimbang berat utuhnya, daging cumi-cumi dipisahkan dari kepalanya, kemudian cangkang yang berada di dalam tubuhnya juga dipisahkan, serta organ dalamnya, masing-masing ditimbang kembali beratnya dengan timbangan analitik lalu dihitung masing-masing rendemennya. Prosedur kerja pada praktikum cumi-cumi dapat dilihat pada diagram alir berikut ini.

Pembersihan cumi-cumi



Penimbangan massacumi-cumi



Perhitungan panjang total, panjang

badan, dan lebar total

Pemisahan daging dan kepala, serta organ

dalam dan cangkang










Penimbangan massa daging, kepala,

organ dalam, dan cangkang




Penghitungan rendemen daging, kepala,

organ dalam, dan cangkang



Pengamatan kemunduran mutu

cumi-cumi dengan perlakuan chilling

dengan dan tanpa jeroan

Gambar 2. Diagram alir prosedur kerja karakteristik morfologi cumi-cumi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran dan Berat Cumi-cumi (Loligo sp.)

Pengamatan yang dilakukan pada keong macan diantaranya penghitungan data nilai morfometrik dari cumi-cumi (Loligo sp.). Morfometrik adalah pengukuran standar yang berkaitan dengan panjang standar, bobot, dan lainnya. Parameter morfometrik cumi-cumi (Loligo sp.) yang dihitung antara lain panjang total, panjang badan, lebar total, dan berat total. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 1).

Tabel 1. Ukuran dan berat rata-rata cumi-cumi (Loligo sp.)

Parameter

Nilai

Panjang total (cm)

33,31±3,56

Panjang badan (cm)

11,91±1,27

Lebar total (cm)

5,64±0,57

Berat total (gr)

77,00±8,19

Keterangan : Data diperoleh dari sampel urutan 5A-8B

Berdasarkan perhitungan data kelompok 5A-8B pada tabel di atas diperoleh data panjang total cumi-cumi adalah (33,31±3,56) cm, panjang badan rata-rata cumi-cumi adalah (11,91±1,27) cm, lebar total cumi-cumi adalah (5,64±0,57) cm, dan berat total (77,00±8,19) gr.

Menurut penelitian Marzuki dan Subani (1989) bahwa cumi-cumi (Loligo sp.) dapat mencapai panjang total 30 cm dan berat total 0,5 kg. Pengamatan cumi-cumi pada praktikum ini, hasilnya tidak terlampau jauh dengan literatur.

Analisis pertumbuhan cumi-cumi umumnya didekati dengan dua parameter, yaitu berdasarkan panjang (L) dan bobot (W). Pada cumi-cumi biasanya digunakan panjang mantel (Marzuki et.al. 1989). Panjang badan cumi-cumi yang diamati pada praktikum ini berkisar antara 10,64 hingga 13,18 cm. Menurut Marzuki et.al. (1989) kisaran panjang badan cumi-cumi (Loligo sp.) adalah 9,5 hingga 16,5 cm.

Rendemen Cumi-cumi (Loligo sp.)

Rendemen merupakan bagian dari tubuh keong yang dapat dimanfaatkan. Data persentase rendemen cumi-cumi (Loligo sp.) didapat dari perhitungan data rendemen dari cumi-cumi 4A-4B dan digambarkan dengan diagram pie berikut ini.

Gambar 3. Diagram pie rendemen cumi-cumi (Loligo sp.)

Berdasarkan data sampel kelompok 4, nilai rendemen keong macan pada gambar di atas diantaranya adalah nilai rendemen daging sebesar 65%, rendemen organ dalam sebesar 6%, rendemen kepala sebesar 24%, dan rendemen cangkang sebesar 5%. Berdasarkan data diagram pie dapat dilihat bahwa rendemen daging merupakan rendemen dari cumi-cumi yang memiliki persentase terbesar yaitu sebesar 65%, dan yang terkecil adalah rendemen cangkang yaitu sebesar 5%.

Perhitungan rendemen dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Rendemen (%) = x 100%

Daging cumi-cumi banyak dimanfaatkan untuk dikonsumsi baik dalam keadaan segar maupun telah dijadikan produk olahan. Persentase cangkang lebih kecil daripada daging karena cangkang cumi-cumi berada di dalam tubuhnya (daging) yang lunak dan rangkanya merupakan rangka dalam (endoskeleton). Sedangkan besarnya rendemen organ dalam sebesar 6% dan rendemen kepala sebesar 24%.

Komposisi Kimia Cumi-cumi (Loligo sp.)

Analisis proksimat adalah suatu metoda analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan. Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan pangan terutama pada standar

zat makanan yang seharusnya terkandung di dalamnya.

Berdasarkan penelitian dengan metode-metode analisis proksimat, diperoleh data-data kandungan kimia yang terdapat pada cumi-cumi dapat dilihat dalam tabel berikut ini. (Tabel 2).

Tabel 2. Komposisi kimia cumi-cumi (Loligo sp.)

Senyawa

Kadar (%)

Air

78,42

Protein

14,57

Abu

1,40

Lemak

1,45

Berdasarkan data di atas dapat dilihat kadar air cumi-cumi (Loligo sp.) sebesar 78,42%, kadar protein sebesar 14,57%, kadar abu 1,40%, dan kadar lemak sebesar 1,45%. Menurut Irawan (2006) cumi-cumi memiliki kandungan protein sebesar 14,65%, kadar lemak 0,24%, kadar air sebesar 84,01%, dan kadar abu sebesar 0,3%.

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan pangan yang dinayatakan dalam persen. Air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembangbiak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno 1997). Berdasarkan hasil pengamatan kadar air pada cumi-cumi sebesar 78,42%. Hal ini menunjukkan bahwa cumi-cumi merupakan komoditi perikanan yang memiliki kadar air tinggi.

Cumi-cumi merupakan komoditi hasil perairan yang memiliki kadar kolesterol yang lebih tinggi dibandingkan dengan komoditi hasil perairan lainnya. Menurut Okuzumi dan Fuji (2000) kadar lemak cumi-cumi sebesar 1,0% sedangkan hasil pengamatan tidak berbeda jauh dengan literatur yaitu sebesar 1,45%.

Menurut Okuzumi dan Fuji (2000) kadar protein cumi-cumi tinggi yaitu 15,6% sedangkan berdasarkan pengamatan hasil kadar protein sebesar 14,57% dan mendekati persentase literatur. Hal ini membuktikan bahwa cumi-cumi mengandung kadar protein yang cukup tinggi.

Kemunduran Mutu pada Cumi-cumi (Loligo sp.)

Produk perikanan memiliki sifat cepat mengalami kemunduran mutu. Hal ini disebabkan karena sebagian besar kandungan daging ikan merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Daging ikan sebagian besar terdiri dari protein dan air. Tingginya kadar air dalam ikan inilah yang menyebabkan ikan mudah sekali mengalami proses pembusukan karena bakteri.

Kemunduran mutu cumi-cumi dapat diuji dengan pengujian organoleptik. Uji organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses penginderaan. Uji organoleptik merupakan penilaian subyektif yang dilakukan secara individu dengan mengandalkan indera manusia sebagai alat utama (Irianto et.al. 2009). Parameter yang diamati dalam mengamati kemunduran mutu cumi-cumi adalah penampakan, bau, dan tekstur. Berikut ini adalah hasil pengamatan kemunduran mutu pada cumi-cumi.

Penampakan

Laju kemunduran mutu cumi-cumi dipengaruhi oleh suhu, lingkungan, pH dan faktor internal dari cumi-cumi itu sendiri. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, perlakuan suhu kamar mengakibatkan kemunduran mutu cumi-cumi lebih cepat dibandingkan dengan cumi-cumi yang diberi perlakuan suhu chilling. Selain itu cumi-cumi yang utuh lebih cepat mengalami kemunduran mutu dibandingkan dengan cumi-cumi tanpa organ dalam. Hal ini disebabkan di dalam jeroan terdapat banyak mikroorganisme-mikroorganisme yang berperan aktif untuk perombakan dan mempercepat peristiwa pembusukkan pada tubuh cumi-cumi. Laju kemunduran mutu penampakan pada cumi-cumi dengan perlakuan dua suhu dapat digambarkan melalui grafik berikut ini.

Gambar 4. Laju kemunduran mutu penampakan cumi-cumi pada suhu chilling

Gambar 5. Laju kemunduran mutu penampakan cumi-cumi pada suhu kamar

Berdasarkan gambar grafik di atas laju kemunduran mutu penampakan cumi-cumi yang paling cepat adalah pada cumi-cumi utuh dengan perlakuan suhu kamar. Hal ini disebabkan oleh suhu ruangan yang mengoksidasi lemak pada cumi-cumi sehingga proses autolisis enzim cepat terjadi dan proses pembusukkan lebih cepat. Sedangkan pada suhu chilling laju kemunduran mutunya lebih lambat karena pada suhu dingin autolisis enzim lebih terhambat. Selain itu mikroorganisme yang terdapat pada saluran pencernaan (jeroan) mengakibatkan keong macan utuh dengan jeroan lebih cepat laju kemunduran mutunya dibandigkan dengan keong macan tanpa jeroan (Irianto et.al 2009).

Bau

Bau merupakan parameter untuk menilai laju kemunduran mutu cumi-cumi. Berdasarkan hasil pengamatan laju kemunduran mutu bau pada cumi-cumi dapat digambarkan pada grafik berikut ini.

Gambar 6. Laju kemunduran mutu bau cumi-cumi pada suhu chilling

Gambar 7. Laju kemunduran mutu bau cumi-cumi pada suhu kamar

Berdasarkan grafik di atas, semakin hari laju kemunduran mutu bau cumi-cumi baunya semakin membusuk. Bau yang timbul diakibatkan terakumulasinya basa-basa yang menguap hasil proses dekomposisi oleh mikroorganisme seperti senyawa-senyawa sulfur, alkohol aromatik (fenol, kresol) serta

senyawa-senyawa heterosiklik seperti indol dan skatol (Nurjannah et.al 2004). Bau pada cumi-cumi utuh suhu kamar lebih lebih cepat berbau busuk karena adanya bakteri pada jeroan, selain itu cumi-cumi mengandung sulfur sehingga bau busuk sangat menyengat ketika terjadi kemunduran mutu.

Tekstur

Kemunduran mutu tekstur pada cumi-cumi ditandai dengan semakin melunaknya daging. Berdasarkan pengamatan laju kemunduran mutu tekstur pada cumi-cumi dapat digambarkan melalui grafik berikut ini.

Gambar 8. Laju kemunduran mutu tekstur cumi-cumi pada suhu chilling

Gambar 9. Laju kemunduran mutu tekstur cumi-cumi pada suhu kamar

Kemunduran mutu cumi-cumi yang berpengaruh pada tekstur daging adalah penurunan pH yang mengakibatkan enzim-enzim yang bekerja pada suhu rendah menjadi aktif. Katepsin, yaitu enzim proteolitik yang berfungsi menguraikan protein menjadi senyawa sederhana, merombak strutur jaringan protein otot menjadi lebih longgar yang mengakibatkan daging cumi-cumi menjadi agak lunak. Proses perombakan oleh enzim tersebut disebut dengan autolisis (Diniah et.al 2006).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pengukuran morfometrik dan rendemen dilakukan pada praktikum ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar persentase dari bagian-bagian biota cumi-cumi yang dapat dimanfaatkan. Berdasarkan data yang diperoleh, panjang total cumi-cumi sebesar 33,31 cm, panjang badan sebesar 11,91 cm, lebar total 5,64 cm, dan berat total 77 gr. Nilai rendemen terbesar adalah nilai rendemen daging sebesar 65% sedangkan yang terkecil adalah rendemen cangkang sebesar 5%. Hasil uji proksimat yang diperoleh adalah kadar air sebesar 78,42%, kadar abu 1,40%, kadar protein 14,57%, kadar lemak 1,45%. Laju kemunduran cumi-cumi yang paling cepat adalah cumi-cumi utuh pada perlakuan suhu kamar. Hal ini disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang terdapat pada jeroan cumi-cumi dan juga mikroorganisme tersebut menyukai suhu yang cenderung netral.

Saran

Untuk lebih memahami analisis proksimat/ kandungan kimia pada suatu biota, maka untuk kedepannya diharapkan mahasiswa turut melakukan uji proksimat sehingga mengetahui metode-metode untuk mendapatkan hasil kandungan kimia dari biota tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Buchsbaum R, M. Buchsbaum, J. Pearse, and V. Pearse. 1987. Animal Without Backbone. Third Edition. The University of Chicago Press. Chicago.

Diniah, Lismawati,D., Martasuganda,S. 2006. Uji coba dua jenis bubu penangkap keong macan di perairan Karang Serang kabupaten Tanggerang. Jurnal Mangrove dan Pesisir Vol. VI No.2/2006.

Irawan A. 2006. Kandungan Mineral Cumi-Cumi (Loligo sp) dan Udang Vanamei

(Litopenaeus vannamei) Serta Pengaruh Perebusan Terhadap Kelarutan. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Irianto,H.E. dan Giyatmi,S. 2009. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta : Universitas Terbuka.

Marzuki S, T. Hariati dan Rustam. 1989. Sumberdaya Cumi-Cumi (Loliginidae steenstrup, 1861) di Perairan Selat Alas, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Jakarta.

Nurjanah, Setyaningsih,I., Sukarno, Muldani,M. 2004. Kemunduran mutu ikan Nila merah (Oreochromis sp.) selama penyimpanan pada suhu ruang. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. Volume VII Nomor 1 tahun 2004.

Okuzumi M, T. Fuji. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squids and Cuttlefish. National Cooperative Association of Squid Processors. Japan.

Pelu. 1988. Beberapa Karakteristik Biologi Cumi-Cumi (Squids). LONAWARTA, Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut Ambon. Ambon.

Roper C.F.E, M.J Sweeney, and Nauen. 1984. Cephalopods of The World. An annoted and Illustrated Catalogue of Species of Interest to Fisheries. FAO. Species Catalogue vol 3.

Saanin, Hasnuddin. 1984. Kunci dan Identifikasi Ikan. Bandung : Binatjipta.

Voss G.L. 1963. Cephalopods of The Philippine Islands. Smith Sonian Institution. Washington.

Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia.