Wednesday, April 6, 2011

Karakteristik dan Morfologi Kerang Darah

Karakteristik Morfologi Kerang Darah
(Anadara granosa)
Asti Latifah (C34090043)
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
24 Maret 2011
ABSTRAK
Kerang darah merupakan salah satu jenis kerang dari kelas Bivalvia yang berpotensi dan memiliki nilai ekonomis untuk dikembangkan sebagai sumber protein dan mineral untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Kerang darah biasanya dijadikan makanan dan diproduksi dalam bentuk segar, hidup, kupas rebus, dan sate. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui teknik preparasi kerang darah (Anadara granosa), mengetahui karakteristik rendemen, laju kemunduran mutu, dan komposisi kimia (analisis proksimat). Metode yang digunakan adalah perhitungan morfometrik, perhitungan rendemen dari kerang darah, dan analisis proksimat. Data yang diperoleh dari hasil praktikum adalah panjang total kerang darah (3,13 ± 0,24) cm, lebar (2,53 ± 0,29) cm, tinggi (2,29 ± 0,41) cm, dan bobot total (10,29 ± 1,74) gr. Rendemen kerang darah yang diperoleh adalah rendemen daging sebesar 13%, rendemen cangkang sebesar 69%, dan rendemen jeroan sebesar 18%.
Kata kunci : analisis proksimat, kerang darah, morfometrik, rendemen.

PENDAHULUAN

Kerang darah (Anadara granosa) merupakan salah satu jenis kerang yang berpotensi dan bernilai ekonomis tinggi untuk dikembangkan sebagai sumber protein dan mineral untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Kerang darah banyak ditemukan pada substrat yang berlumpur di muara sungai dengan topografi pantai yang landai sampai kedalaman 20 m. Kerang darah bersifat infauna yaitu hidup dengan cara membenamkan diri di bawah permukaan lumpur di perairan dangkal (PKSPL 2004).
Ciri-ciri dari kerang darah adalah mempunyai dua keping cangkang yang tebal, ellips, dan kedua sisi sama, kurang lebih 20 rib, cangkang berwarna putih ditutupi periostrakum yang berwarna kuning kecoklatan sampai coklat kehitaman. Ukuran kerang dewasa 6-9 cm. Menurut Pratt (1935) dan Barnes (1974) klasifikasi dari kerang darah (Anadara granosa) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Pelecypoda/ Bivalvia
Subkelas : Lamelladibranchia
Ordo : Taxodonta
Famili : Arcidae
Genus : Anadara
Spesies : Anadara granosa
Kerang darah termasuk ke dalam kelas Pelcypoda/ Bivalvia yang kebanyakan hidup di laut terutama di daerah litoral, dasar perairan yang berlumpur atau berpasir. Pada dasarnya tubuh Pelecypoda ini tertutup dua keping cangkang yang berhubungan di bagian dorsal dengan adanya hinge ligamen, yaitu semacam pita elastik yang terdiri dari bahan organik seperti zat tanduk. Kedua keping cangkang pada bagian dalam juga ditautkan oleh satu atau dua buah otot aduktor yang bekerja secara antagonis dengan hinge ligamen (Suwignyo 1998).
Kerang darah (Anadara granosa) merupakan ciliary feeder (sebagai deposit feeder atau filter feeder). Sebagai filter feeder kerang menyaring makanannya menggunakan insang yang berlubang-lubang. Makanan utamanya adalah plankton, terutama fitoplankton (Suwignyo 1998).
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui teknik preparasi, rendemen, komposisi kimia, dan kemunduran mutu kerang darah.

METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum karakteristik dan morfologi kerang darah (Anadara granosa) dilaksanakan pada hari Kamis, 24 Maret 2011, pukul 15.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB. Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Pengetahuan Bahan Baku dan Industri Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam praktikum ini adalah kerang darah (Anadara granosa), es batu, air, serta bahan kimia seperti HCl, NaOH, H2SO4, H3BO3, dan selenium.
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah alat bedah, baskom, wadah/ nampan, heater (pemanas air), plastik, trash bag, penggaris, score sheet, sarung tangan, timbangan digital, tabung Kjeldahl, dan destilator.
Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada praktikum ini meliputi teknik preparasi, perhitungan morfometrik, rendemen, dan analisis proksimat. Sebelumnya, kerang darah ditimbang berat utuhnya terlebih dahulu dengan timbangan digital, kemudian kerang darah diukur panjang, lebar, serta tingginya dengan penggaris. Setelah ditimbang dan diukur daging dipisahkan dari cangkangnya dengan cara kedua keping cangkangnya dibuka. Kemudian daging dipisahkan dengan jeroannya. Setelah semuanya dipisahkan, masing-masing ditimbang bobotnya dengan timbangan digital lalu dihitung masing-masing rendemennya. Tahap selanjutnya adalah daging kerang darah diuji dengan analisis proksimatnya dan diamati laju kemunduran mutunya selama 3 hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ukuran dan Berat Kerang Darah (Anadara granosa)
Pengamatan yang dilakukan pada praktikum karakteristik dan morfologi kerang darah (Anadara granosa) diantaranya adalah penghitungan data morfometrik dari kerang darah (Anadara granosa).
Morfometrik adalah pengukuran standar yang digunakan pada ikan atau hewan air lainnya antara lain panjang standar, panjang moncong, panjang sirip punggung. Morfometrik merupakan ciri yang dapat dihitung berupa panjang total, panjang badan, lebar badan, dan bobot total (Iktiologi Indonesia 2008).
Berdasarkan perhitungan data sampel yang diambil (sampel personal absen 24-47) diperoleh data panjang total kerang darah (Anadara granosa) adalah (3,13 ± 0,24) cm berkisar antara 2,89 cm hingga 3,37 cm, lebar badan (2,53 ± 0,29) cm berkisar antara 2,24 cm hingga 2,82 cm, tinggi sebesar (2,29 ± 0,41) cm berkisar antara 1,88 cm hingga 2,7 cm, dan bobot total adalah (10,29 ± 1,74) gr berkisar antara 8,55 gr hingga 12,03 gr. Menurut Nurjanah et.al. (2005) ukuran kerang darah (Anadara granosa) berkisar antara 3,2-7,2 cm (panjang) dan lebar sekitar 2,8-5,6 cm.
Rendemen Kerang Darah (Anadara granosa)
Rendemen adalah persentase seberapa besar bagian dari komoditi yang dapat dimanfaatkan. Berdasarkan perhitungan data sampel yang diambil (sampel personal absen 24-47) diperoleh data rendemen kerang darah (Anadara granosa) adalah rendemen daging sebesar 13%, rendemen cangkang sebesar 69%, dan rendemen jeroan 18%. Rendemen yang terbesar adalah rendemen cangkang yang persentasenya adalah 69% dan yang terkecil adalah rendemen daging sebesar 13%. Saat ini, daging kerang darah dimanfaatkan sebagai bahan pangan (konsumsi) dalam bentuk produk segar, kupas rebus, dan sate. Jeroan kerang darah digunakan untuk pakan ternak, dan cangkang digunakan untuk penjernihan air.
Komposisi Kimia Kerang Darah (Anadara granosa)
Analisis proksimat adalah suatu metoda analisis kimia untuk mngidentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak, dan serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan.
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan (Winarno 1997). Berdasarkan hasil pengamatan kadar air pada kerang darah sebesar 77,80%. Hal ini menunjukkan bahwa kerang darah merupakan komoditi hasil perikanan yang memiliki kadar air yang tinggi. Menurut Nurjanah et.al. (2005) nilai proksimat kadar air kerang darah sebesar 74,37%.
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan (Winarno 1997). Berdasarkan hasil pengamatan kadar abu pada kerang darah sebesar 2,30%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar abu pada kerang darah kandungannya tinggi. Menurut Nurjanah et.al. (2005) kadar abu pada kerang darah sebesar 2,24%.
Hasil perikanan digolongkan sebagai ikan berlemak rendah jika mengandung lipid kurang dari 2%, ikan berlemak sedang mengandung lipid 2-5%, dan ikan berlemak tinggi mengandung lipid di atas 5% (Irianto dan Giyatmi 2009). Berdasarkan hasil pengamatan kadar lemak pada kerang darah sebesar 5,85%. Menurut Nurjanah et.al. (2005) kadar lemak kerang darah sebesar 2.50%. Kerang-kerangan adalah makanan sumber lemak yang aman. Kadar asam lemak tak jenuh ganda omega-3 dalam makanan laut cukup tinggi. Asam lemak omega-3 dapat menigkatkan kadar HDL (High Density Lipoprotein) dan menurunkan LDL (Low Density Lipoprotein) dan trigliserida dalam darah (Furkon 2004).
Berdasarkan hasil pengamatan kadar protein kerang darah sebesar 10,27%. Hal ini menunjukkan bahwa kerang darah mengandung kadar protein yang tidak terlalu tinggi. Menurut Nurjanah et.al. (2005) kadar protein kerang darah tinggi sebesar 19,48%. Kandungan protein jenis kerang-kerangan relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan kandungan protein dari jenis ikan pada umumnya, namun kerang-kerangan mempunyai kandungan taurin yang cukup tinggi (Andamari dan Subroto 1991).
Kadar karbohidrat pada praktikum kerang darah ini diketahui dengan metode by difference. Hasil pengamatan menunjukkan kadar karbohidrat kerang darah sebesar 3,78%.
Kemunduran Mutu pada Kerang Darah (Anadara granosa)
Produk perikanan memiliki sifat cepat mengalami kemunduran mutu. Hal ini disebabkan karena sebagian besar kandungan daging ikan merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Daging ikan sebagian besar terdiri dari protein dan air. Tingginya kadar air dalam ikan inilah yang menyebabkan ikan mudah sekali mengalami pembusukan karena bakteri.
Kemunduran mutu kerang darah (Anadara granosa) dapat diuji dengan pengujian organoleptik. Uji organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses penginderaan. Uji organoleptik merupakan penilaian subyektif yang dilakukan secara individu dengan mengandalkan indera manusia sebagai alat utama (Irianto dan Giyatmi 2009). Parameter yang diamati dalam mengamati kemunduran mutu kerang darah adalah penampakan, bau, dan tekstur. Berikut ini adalah hasil pengamatan kemunduran mutu pada kerang darah (Anadara granosa).
Penampakan
Laju kemunduran mutu kerang darah dipengaruhi oleh suhu, lingkungan, pH, dan faktor internal dari kerang darah tersebut. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, perlakuan suhu kamar mengakibatkan kemunduran mutu pada kerang darah lebih cepat terjadi dibandingkan dengan kerang darah yang diberi perlakuan suhu chilling. Selain itu kerang darah dalam kondisi utuh juga lebih cepat mengalami kemunduran mutu dibandingkan dengan kerang darah yang dalam keadaan tanpa jeroan. Hal ini disebabkan di dalam jeroan terdapat banyak mikroorganisme yang berperan aktif untuk perombakan dan mempercepat peristiwa pembusukan pada tubuh kerang darah.
Suhu ruangan dapat mempengaruhi proses cepat berlangsungnya oksidasi lemak pada kerang darah sehingga kerang darah lebih cepat mengalami kemunduran mutunya, sedangkan pada suhu chilling laju kemunduran mutunya lebih lambat karena pada suhu dingin kerja enzim lebih terhambat. Selain itu, mikroorganisme yang terdapat pada saluran pencernaan (jeroan) mengakibatkan kerang darah dalam kondisi utuh lebih cepat mengalami proses kemunduran mutunya karena bakteri dalam jeroan dengan cepat menyerang bagian-bagian tubuh biota tersebut (Irianto dan Giyatmi 2009).
Bau
Bau merupakan parameter untuk menilai laju kemunduran mutu kerang darah. Berdasarkan pengamatan laju kemunduran mutu bau pada kerang darah semakin hari laju kemunduran mutunya semakin menurun dan baunya semakin membusuk. Bau yang timbul diakibatkan oleh terakumulasinya basa-basa yang menguap hasil proses dekomposisi oleh mikroorganisme seperti senyawa-senyawa sulfur, alkohol aromatik (fenol, kresol), serta senyawa-senyawa heterosiklik seperti indol dan skatol (Nurjanah et.al. 2004). Bau pada kerang darah utuh suhu kamar lebih cepat berbau busuk karena adanya bakteri yang mendekomposisi senyawa-senyawa sederhana hasil perombakan enzim menjadi senyawa-senyawa basa menguap yang baunya menyengat sehingga terjadi kemunduran mutu.
Tekstur
Kemunduran mutu tekstur pada kerang darah ditandai dengan semakin melunaknya daging. Kemunduran mutu kerang darah yang berpengaruh pada tekstur daging adalah penurunan pH yang mengakibatkan enzim-enzim yag bekerja pada pH rendah menjadi aktif. Katepsin, yaitu enzim proteolitik yang berfungsi menguraikan protein menjadi senyawa sederhana, merombak jaringan otot menjadi lebih longgar yang mengakibatkan daging pada biota hasil perairan menjadi lunak. Proses perombakan oleh enzim tersebut disebut dengan autolisis (Diniah et.al. 2006).

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pengukuran morfometrik dan rendemen dilakukan pada praktikum kerang darah (Anadara granosa) ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar persentase dari bagian biota kerang darah yang daat dimanfaatkan. Berdasarkan data yang diperoleh panjang total kerang darah (Anadara granosa) adalah (3,13 ± 0,24) cm, lebar badan (2,53 ± 0,29) cm, tinggi sebesar (2,29 ± 0,41) cm, dan bobot total adalah (10,29 ± 1,74) gr. Nilai rendemen terbesar adalah rendemen cangkang 69% dan yang terkecil adalah rendemen daging sebesar 13%. Hasil uji proksimat yang diperoleh adalah kadar air sebesar 77,80%, kadar abu sebesar 2,30%, kadar protein sebesar 10,27%, kadar lemak sebesar 5,85%, dan kadar karbohidrat sebesar 3,78%. Laju kemunduran mutu kerang darah yang paling cepat adalah kerang darah dalam kondisi utuh dengan perlakuan suhu kamar. Hal ini disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang terdapat di dalam jeroan kerang tersebut dan mikroorganisme berperan dalam mendekomposisi senyawa sederhana hasil perombakan dari autolisis enzim pada tubuh biota.
Saran
Pelaksanaan praktikum dan pengamatan lanjutan berupa analisis proksimat dengan menggunakan metode lain sehingga bisa dibandingkan dan hasilnya lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

[Iktiologi Indonesia]. 2008. Morfometrik dan Meristik. http://iktiologi-indonesia.org. [29 Maret 2011]
Andamari R, Subroto W. 1991. Pengamatan kerang-kerangan terutama nilai gizi dan kemungkinan budidayanya di Pantai Paperu (P. Saparua). Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Vol 59: 51-60.
Diniah, Lismawati,D., Martasuganda,S. 2006. Uji coba dua jenis bubu penangkap keong macan di perairan Karang Serang kabupaten Tanggerang. Jurnal Mangrove dan Pesisir Vol. VI No.2/2006.
Furkon UA. 2004. Konsumsi Kerang dan Udang Membahayakan Kesehatan, Benarkah ?. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0404/15/cakrawala/lainnya06.htm. [29 Maret 2011].
Irianto,H.E. dan Giyatmi,S. 2009. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta : Universitas Terbuka.
Nurjanah, Setyaningsih,I., Sukarno, Muldani,M. 2004. Kemunduran mutu ikan Nila merah (Oreochromis sp.) selama penyimpanan pada suhu ruang. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. Volume VII Nomor 1 tahun 2004.
Nurjanah, Zulhamsyah, Kustiyariyah. 2005. Kandungan mineral dan proksimat kerang darah (Anadara granosa) yang diambil dari Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Buletin Teknologi Hasil Perairan. Vol VIII. Nomor 2.
Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Tuesday, April 5, 2011

Karakteristik dan Morfologi Cumi-cumi

KARAKTERISTIK MORFOLOGI CUMI-CUMI

(Loligo sp.)

Asti Latifah (C34090043)

Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kaelautan, Institut Pertanian Bogor

ABSTRAK

Cumi-cumi adalah kelompok hewan cephalopoda besar atau jenis moluska yang hidup di laut. Cumi-cumi merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia. Cumi-cumi banyak digunakan sebagai makanan, baik berupa produk segar maupun produk olahan. Selain itu cumi-cumi memiliki nilai ekspor yang tinggi. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui teknik preparasi cumi-cumi (Loligo sp.), mengetahui karakteristik rendemen, laju kemunduran mutu, dan komposisi kimia (analisis proksimat) dari cumi-cumi. Metode yang digunakan adalah perhitungan morfometrik, rendemen dari cumi-cumi, dan analisis proksimat. Data yang diperoleh dari hasil praktikum adalah panjang total cumi-cumi 33,31cm, panjang badan 11,91 cm, lebar total 5,64 cm, dan berat total 77 gr. Rendemen cumi-cumi yang diperoleh adalah rendemen daging 65%, rendemen organ dalam 6%, rendemen kepala 24%, dan rendemen cangkang 5%.

Kata kunci : cumi-cumi, morfometrik, rendemen, analisis proksimat.



PENDAHULUAN

Cumi-cumi merupakan binatang lunak dengan tubuh berbentuk silindris. Sirip-siripnya berbentuk trianguler atau radar yang menjadi satu pada ujungnya. Pada kepalanya di sekitar luabang mulut terdapat 10 tentakel yang dilengkapi dengan alat penghisap (sucker). Tubuh terdiri dari isi rongga tubuh (visceral mass) dan mantel. Lapisan isi rongga tubuh berbentuk silinder dengan dinding sebelah dalam tipis dan halus. Mantel yang dimilikinya berukuran tebal, berotot, dan menutupi isi rongga tubuh pada seluruh isi serta mempunyai tepi yang disebut leher (Pelu 1989).

Menurut Saanin (1984) klasifikasi cumi-cumi adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Moluska

Kelas : Cephalopoda

Subkelas : Coleoidea

Ordo : Teuthoidea

Family : Loligonidae

Genus : Loligo

Spesies : Loligo sp.

cumi-cumi.jpg

Gambar 1. Cumi-cumi (Loligo sp.)

Sumber : Koleksi pribadi

Menurut Voss (1963) dan Roper, daerah penyebaran cumi-cumi adalah di perairan Pasifik Barat, Australia Utara, Pulau Filipina, bagian utara Laut Cina Selatan sampai Jepang. Penyebaran cumi-cumi (Loligo sp.) di seluruh perairan Indonesia hampir merata, yaitu dari Barat Sumatera sampai ke selatan Irian Jaya, dari Selat Malaka ke timur sampai ke perairan Timur Sumatera, Laut Jawa, Laut Banda, dan perairan Maluku/ Arafura.

Cumi-cumi (Loligo sp.) merupakan penghuni demersal atau semi pelagik pada daerah pantai dan paparan benua sampai kedalaman 400 m. Beberapa spesies hidup sampai di perairan payau. Cumi-cumi melakukan pergerakan diurnal, yaitu pada siang hari akan berkelompok dekat dasar perairan dan akan menyebar pada kolom perairan pada malam hari. Cumi-cumi tertarik pada cahaya (fototaksis positif), oleh karena itu sering ditangkap dengan menggunakan bantuan cahaya (Roper et.al. 1984).

Karakteristik yang dimiliki cumi-cumi adalah adanya kantong tinta yang terletak di atas usus besar. Bila kantung ini dibuka, maka akan mengeluarkan tinta berwarna coklat atau hitam yang diakibatkan oleh pigmen melanin. Cumi-cumi akan mengeluarkan tintanya melalui siphon untuk menghindari predator (Buchsbaum et.al. 1987).

Cumi-cumi (Loligo sp.) mempunyai sistem reproduksi yang terpisah (dioecious), dimana gonadnya terletak pada bagian posterior tubuhnya. Spermatophora (sel kelamin jantan) yang sudah matang gonad akan disimpan pada nedhem sac (Pelu 1988).

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Praktikum karakteristik morfologi cumi-cumi (Loligo sp.) dilaksanakan pada hari Kamis, 17 Maret 2011, pukul 15.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB. Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Pengetahuan Bahan Baku dan Industri Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah alat bedah, batu, baskom, pemanas air (heater), plastik, penggaris, score sheet, sarung tangan, trash bag timbangan digital, tabung Kjeldahl, wadah, dan destilator.

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan antara lain cumi-cumi (Loligo sp.), es batu, serta bahan kimia seperti HCl, NaOH, H2SO4, H3BO3, dan Selenium.

Prosedur Kerja

Tahapan-tahapan prosedur kerja pada praktikum ini meliputi teknik preparasi diantaranya perhitungan morfometrik, rendemen, dan analisis proksimat. Sebelum dipreparasi cumi-cumi ditimbang berat utuhnya terlebih dahulu dengan timbangan analitik, kemudian, cumi-cumi diukur panjang total, panjang badan, dan lebar total dengan penggaris. Setelah ditimbang berat utuhnya, daging cumi-cumi dipisahkan dari kepalanya, kemudian cangkang yang berada di dalam tubuhnya juga dipisahkan, serta organ dalamnya, masing-masing ditimbang kembali beratnya dengan timbangan analitik lalu dihitung masing-masing rendemennya. Prosedur kerja pada praktikum cumi-cumi dapat dilihat pada diagram alir berikut ini.

Pembersihan cumi-cumi



Penimbangan massacumi-cumi



Perhitungan panjang total, panjang

badan, dan lebar total

Pemisahan daging dan kepala, serta organ

dalam dan cangkang










Penimbangan massa daging, kepala,

organ dalam, dan cangkang




Penghitungan rendemen daging, kepala,

organ dalam, dan cangkang



Pengamatan kemunduran mutu

cumi-cumi dengan perlakuan chilling

dengan dan tanpa jeroan

Gambar 2. Diagram alir prosedur kerja karakteristik morfologi cumi-cumi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran dan Berat Cumi-cumi (Loligo sp.)

Pengamatan yang dilakukan pada keong macan diantaranya penghitungan data nilai morfometrik dari cumi-cumi (Loligo sp.). Morfometrik adalah pengukuran standar yang berkaitan dengan panjang standar, bobot, dan lainnya. Parameter morfometrik cumi-cumi (Loligo sp.) yang dihitung antara lain panjang total, panjang badan, lebar total, dan berat total. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 1).

Tabel 1. Ukuran dan berat rata-rata cumi-cumi (Loligo sp.)

Parameter

Nilai

Panjang total (cm)

33,31±3,56

Panjang badan (cm)

11,91±1,27

Lebar total (cm)

5,64±0,57

Berat total (gr)

77,00±8,19

Keterangan : Data diperoleh dari sampel urutan 5A-8B

Berdasarkan perhitungan data kelompok 5A-8B pada tabel di atas diperoleh data panjang total cumi-cumi adalah (33,31±3,56) cm, panjang badan rata-rata cumi-cumi adalah (11,91±1,27) cm, lebar total cumi-cumi adalah (5,64±0,57) cm, dan berat total (77,00±8,19) gr.

Menurut penelitian Marzuki dan Subani (1989) bahwa cumi-cumi (Loligo sp.) dapat mencapai panjang total 30 cm dan berat total 0,5 kg. Pengamatan cumi-cumi pada praktikum ini, hasilnya tidak terlampau jauh dengan literatur.

Analisis pertumbuhan cumi-cumi umumnya didekati dengan dua parameter, yaitu berdasarkan panjang (L) dan bobot (W). Pada cumi-cumi biasanya digunakan panjang mantel (Marzuki et.al. 1989). Panjang badan cumi-cumi yang diamati pada praktikum ini berkisar antara 10,64 hingga 13,18 cm. Menurut Marzuki et.al. (1989) kisaran panjang badan cumi-cumi (Loligo sp.) adalah 9,5 hingga 16,5 cm.

Rendemen Cumi-cumi (Loligo sp.)

Rendemen merupakan bagian dari tubuh keong yang dapat dimanfaatkan. Data persentase rendemen cumi-cumi (Loligo sp.) didapat dari perhitungan data rendemen dari cumi-cumi 4A-4B dan digambarkan dengan diagram pie berikut ini.

Gambar 3. Diagram pie rendemen cumi-cumi (Loligo sp.)

Berdasarkan data sampel kelompok 4, nilai rendemen keong macan pada gambar di atas diantaranya adalah nilai rendemen daging sebesar 65%, rendemen organ dalam sebesar 6%, rendemen kepala sebesar 24%, dan rendemen cangkang sebesar 5%. Berdasarkan data diagram pie dapat dilihat bahwa rendemen daging merupakan rendemen dari cumi-cumi yang memiliki persentase terbesar yaitu sebesar 65%, dan yang terkecil adalah rendemen cangkang yaitu sebesar 5%.

Perhitungan rendemen dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Rendemen (%) = x 100%

Daging cumi-cumi banyak dimanfaatkan untuk dikonsumsi baik dalam keadaan segar maupun telah dijadikan produk olahan. Persentase cangkang lebih kecil daripada daging karena cangkang cumi-cumi berada di dalam tubuhnya (daging) yang lunak dan rangkanya merupakan rangka dalam (endoskeleton). Sedangkan besarnya rendemen organ dalam sebesar 6% dan rendemen kepala sebesar 24%.

Komposisi Kimia Cumi-cumi (Loligo sp.)

Analisis proksimat adalah suatu metoda analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan. Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan pangan terutama pada standar

zat makanan yang seharusnya terkandung di dalamnya.

Berdasarkan penelitian dengan metode-metode analisis proksimat, diperoleh data-data kandungan kimia yang terdapat pada cumi-cumi dapat dilihat dalam tabel berikut ini. (Tabel 2).

Tabel 2. Komposisi kimia cumi-cumi (Loligo sp.)

Senyawa

Kadar (%)

Air

78,42

Protein

14,57

Abu

1,40

Lemak

1,45

Berdasarkan data di atas dapat dilihat kadar air cumi-cumi (Loligo sp.) sebesar 78,42%, kadar protein sebesar 14,57%, kadar abu 1,40%, dan kadar lemak sebesar 1,45%. Menurut Irawan (2006) cumi-cumi memiliki kandungan protein sebesar 14,65%, kadar lemak 0,24%, kadar air sebesar 84,01%, dan kadar abu sebesar 0,3%.

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan pangan yang dinayatakan dalam persen. Air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembangbiak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno 1997). Berdasarkan hasil pengamatan kadar air pada cumi-cumi sebesar 78,42%. Hal ini menunjukkan bahwa cumi-cumi merupakan komoditi perikanan yang memiliki kadar air tinggi.

Cumi-cumi merupakan komoditi hasil perairan yang memiliki kadar kolesterol yang lebih tinggi dibandingkan dengan komoditi hasil perairan lainnya. Menurut Okuzumi dan Fuji (2000) kadar lemak cumi-cumi sebesar 1,0% sedangkan hasil pengamatan tidak berbeda jauh dengan literatur yaitu sebesar 1,45%.

Menurut Okuzumi dan Fuji (2000) kadar protein cumi-cumi tinggi yaitu 15,6% sedangkan berdasarkan pengamatan hasil kadar protein sebesar 14,57% dan mendekati persentase literatur. Hal ini membuktikan bahwa cumi-cumi mengandung kadar protein yang cukup tinggi.

Kemunduran Mutu pada Cumi-cumi (Loligo sp.)

Produk perikanan memiliki sifat cepat mengalami kemunduran mutu. Hal ini disebabkan karena sebagian besar kandungan daging ikan merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Daging ikan sebagian besar terdiri dari protein dan air. Tingginya kadar air dalam ikan inilah yang menyebabkan ikan mudah sekali mengalami proses pembusukan karena bakteri.

Kemunduran mutu cumi-cumi dapat diuji dengan pengujian organoleptik. Uji organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses penginderaan. Uji organoleptik merupakan penilaian subyektif yang dilakukan secara individu dengan mengandalkan indera manusia sebagai alat utama (Irianto et.al. 2009). Parameter yang diamati dalam mengamati kemunduran mutu cumi-cumi adalah penampakan, bau, dan tekstur. Berikut ini adalah hasil pengamatan kemunduran mutu pada cumi-cumi.

Penampakan

Laju kemunduran mutu cumi-cumi dipengaruhi oleh suhu, lingkungan, pH dan faktor internal dari cumi-cumi itu sendiri. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, perlakuan suhu kamar mengakibatkan kemunduran mutu cumi-cumi lebih cepat dibandingkan dengan cumi-cumi yang diberi perlakuan suhu chilling. Selain itu cumi-cumi yang utuh lebih cepat mengalami kemunduran mutu dibandingkan dengan cumi-cumi tanpa organ dalam. Hal ini disebabkan di dalam jeroan terdapat banyak mikroorganisme-mikroorganisme yang berperan aktif untuk perombakan dan mempercepat peristiwa pembusukkan pada tubuh cumi-cumi. Laju kemunduran mutu penampakan pada cumi-cumi dengan perlakuan dua suhu dapat digambarkan melalui grafik berikut ini.

Gambar 4. Laju kemunduran mutu penampakan cumi-cumi pada suhu chilling

Gambar 5. Laju kemunduran mutu penampakan cumi-cumi pada suhu kamar

Berdasarkan gambar grafik di atas laju kemunduran mutu penampakan cumi-cumi yang paling cepat adalah pada cumi-cumi utuh dengan perlakuan suhu kamar. Hal ini disebabkan oleh suhu ruangan yang mengoksidasi lemak pada cumi-cumi sehingga proses autolisis enzim cepat terjadi dan proses pembusukkan lebih cepat. Sedangkan pada suhu chilling laju kemunduran mutunya lebih lambat karena pada suhu dingin autolisis enzim lebih terhambat. Selain itu mikroorganisme yang terdapat pada saluran pencernaan (jeroan) mengakibatkan keong macan utuh dengan jeroan lebih cepat laju kemunduran mutunya dibandigkan dengan keong macan tanpa jeroan (Irianto et.al 2009).

Bau

Bau merupakan parameter untuk menilai laju kemunduran mutu cumi-cumi. Berdasarkan hasil pengamatan laju kemunduran mutu bau pada cumi-cumi dapat digambarkan pada grafik berikut ini.

Gambar 6. Laju kemunduran mutu bau cumi-cumi pada suhu chilling

Gambar 7. Laju kemunduran mutu bau cumi-cumi pada suhu kamar

Berdasarkan grafik di atas, semakin hari laju kemunduran mutu bau cumi-cumi baunya semakin membusuk. Bau yang timbul diakibatkan terakumulasinya basa-basa yang menguap hasil proses dekomposisi oleh mikroorganisme seperti senyawa-senyawa sulfur, alkohol aromatik (fenol, kresol) serta

senyawa-senyawa heterosiklik seperti indol dan skatol (Nurjannah et.al 2004). Bau pada cumi-cumi utuh suhu kamar lebih lebih cepat berbau busuk karena adanya bakteri pada jeroan, selain itu cumi-cumi mengandung sulfur sehingga bau busuk sangat menyengat ketika terjadi kemunduran mutu.

Tekstur

Kemunduran mutu tekstur pada cumi-cumi ditandai dengan semakin melunaknya daging. Berdasarkan pengamatan laju kemunduran mutu tekstur pada cumi-cumi dapat digambarkan melalui grafik berikut ini.

Gambar 8. Laju kemunduran mutu tekstur cumi-cumi pada suhu chilling

Gambar 9. Laju kemunduran mutu tekstur cumi-cumi pada suhu kamar

Kemunduran mutu cumi-cumi yang berpengaruh pada tekstur daging adalah penurunan pH yang mengakibatkan enzim-enzim yang bekerja pada suhu rendah menjadi aktif. Katepsin, yaitu enzim proteolitik yang berfungsi menguraikan protein menjadi senyawa sederhana, merombak strutur jaringan protein otot menjadi lebih longgar yang mengakibatkan daging cumi-cumi menjadi agak lunak. Proses perombakan oleh enzim tersebut disebut dengan autolisis (Diniah et.al 2006).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pengukuran morfometrik dan rendemen dilakukan pada praktikum ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar persentase dari bagian-bagian biota cumi-cumi yang dapat dimanfaatkan. Berdasarkan data yang diperoleh, panjang total cumi-cumi sebesar 33,31 cm, panjang badan sebesar 11,91 cm, lebar total 5,64 cm, dan berat total 77 gr. Nilai rendemen terbesar adalah nilai rendemen daging sebesar 65% sedangkan yang terkecil adalah rendemen cangkang sebesar 5%. Hasil uji proksimat yang diperoleh adalah kadar air sebesar 78,42%, kadar abu 1,40%, kadar protein 14,57%, kadar lemak 1,45%. Laju kemunduran cumi-cumi yang paling cepat adalah cumi-cumi utuh pada perlakuan suhu kamar. Hal ini disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang terdapat pada jeroan cumi-cumi dan juga mikroorganisme tersebut menyukai suhu yang cenderung netral.

Saran

Untuk lebih memahami analisis proksimat/ kandungan kimia pada suatu biota, maka untuk kedepannya diharapkan mahasiswa turut melakukan uji proksimat sehingga mengetahui metode-metode untuk mendapatkan hasil kandungan kimia dari biota tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Buchsbaum R, M. Buchsbaum, J. Pearse, and V. Pearse. 1987. Animal Without Backbone. Third Edition. The University of Chicago Press. Chicago.

Diniah, Lismawati,D., Martasuganda,S. 2006. Uji coba dua jenis bubu penangkap keong macan di perairan Karang Serang kabupaten Tanggerang. Jurnal Mangrove dan Pesisir Vol. VI No.2/2006.

Irawan A. 2006. Kandungan Mineral Cumi-Cumi (Loligo sp) dan Udang Vanamei

(Litopenaeus vannamei) Serta Pengaruh Perebusan Terhadap Kelarutan. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Irianto,H.E. dan Giyatmi,S. 2009. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta : Universitas Terbuka.

Marzuki S, T. Hariati dan Rustam. 1989. Sumberdaya Cumi-Cumi (Loliginidae steenstrup, 1861) di Perairan Selat Alas, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Jakarta.

Nurjanah, Setyaningsih,I., Sukarno, Muldani,M. 2004. Kemunduran mutu ikan Nila merah (Oreochromis sp.) selama penyimpanan pada suhu ruang. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. Volume VII Nomor 1 tahun 2004.

Okuzumi M, T. Fuji. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squids and Cuttlefish. National Cooperative Association of Squid Processors. Japan.

Pelu. 1988. Beberapa Karakteristik Biologi Cumi-Cumi (Squids). LONAWARTA, Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut Ambon. Ambon.

Roper C.F.E, M.J Sweeney, and Nauen. 1984. Cephalopods of The World. An annoted and Illustrated Catalogue of Species of Interest to Fisheries. FAO. Species Catalogue vol 3.

Saanin, Hasnuddin. 1984. Kunci dan Identifikasi Ikan. Bandung : Binatjipta.

Voss G.L. 1963. Cephalopods of The Philippine Islands. Smith Sonian Institution. Washington.

Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia.